30 Nov 2010

Ayah


Dalam agama yang saya percayai, Ayah adalah orang yang ke-empat harus dihormati setelah tiga urutan pertama diisi oleh Ibu. "Katanya" (saya gak ingat kata siapa itu. haha.) syurga ada di bawah telapak kaki Ibu. Benar atau salahnya saya juga kurang tahu, karena saya belum mendalami dan memperlajarinya lebih jauh. 

Mungkin jika ditelisik lebih jauh, ada benarnya juga. Soalnya Ibu yang telah menggendong kita (anaknya) selama +/- 9 bulan 10 hari tanpa pernah meninggalkannya, belum lagi kita telah menyerap sari tubuhnya (netek) sampai dengan usia 2 tahun. Tapi mungkin "agak rada" berlebihan juga kalau ayah ditempatkan pada urutan nomor empat. (Maaf, saya bukan berniat menentang yang telah ditetapkan agama). Kasihan juga bagi kami laki-laki.

Bermula dari seorang teman (bernama Andaruni Trina Lestari) yang menyanyikan dan merekam sebuah lagu yang katanya untuk kado ulang tahun ayahnya. Berikut adalah lagunya :

Yang Terbaik Bagimu - Ada Band

Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu
Kau ingin ku menjadi
Yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu
Jauhkan godaan
Yang mungkin kulakukan
Dalam waktuku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak

Reff :
Tuhan tolonglah sampaikan
Sejuta sayangku untuknya
Ku terus berjanji
Tak kan khianati pintanya
Ayah dengarlah betapa sesungguhnya
Ku mencintaimu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi maumu

Andaikan detik itu
Kan bergulir kembali
Kurindukan suasana
Basuh jiwaku
Membahagiakan aku
Yang haus akan kasih dan sayangmu
Tuk wujudkan segala sesuatu
Yang pernah terlewati

Lagu itu sesungguhnya merupakan lagu lama bagi saya. Di tahun 2007 sempat menjadi salah satu favorite list song, jadi bukanlah suatu hal yang baru saya mendengarnya. Tapi kali ini, ketika itu, saat teman saya menyanyikan lagi untuk direkam yang katanya akan diberikan untuk kado ulang tahun ayahnya, langsung menimbulkan pertanyaan bagi saya, kapan saya memberikan kado ulang tahun buat ayah saya?

Jangan dulu bicara soal kado ulang tahun kawan, bicara tentang mengucapkan kata "sayang" saja dulu, atau sebuah pelukan hangat yang saya berikan kepada beliau. Sudah lama sekali saya tidak memberikan untuknya. Bahkan saya sudah lupa.
Sebatas ingatan saya (ingat loh!) saya mengucapkan kata "sayang" kepada ayah saya, tiga atau empat bulan yang lalu, dan itupun cuma melalui sebuah pesan singkat. Itu merupakan ucapan "sayang" saya dalam kurun sepuluh tahun terakhir (yg saya ingat). Berarti kalau dikalkulasikan, saya belum pernah mengucapkan "saya sayang papa" secara langsung kepada ayah saya.

Pelukan. Pelukan terhangat yang terakhir saya berikan kepada orang yang telah mendidik saya itu adalah ketika lebaran idhul fitri yang lalu. Memang sudah menjadi sebuah tradisi setiap tahunnya dalam keluarga kami. Dan memang pula pelukan seperti itu hanya akan dia dapatkan dari saya satu kali dalam setahunnya. Sekali lagi memang, menurut Andrea Hirata (dalam dwilogi Padang Bulan), memeluk ayah bagi seorang anak laki-laki melayu adalah suatu yang jarang didapatkan.  Dan saya pun setuju, saya sebagai anak laki-laki minangkabau (masih rumpun melayu), merasa malu untuk menunjukan rasa sayang saya terhadap ayah utamanya. Begitu juga ayah saya kepada saya. Kami memiliki cara sendiri untuk saling menunjukan rasa sayang kami itu, dengan cara yang hanya kami yang mengerti. Hanya kami.

Selain ucapan "sayang" dan sebuah pelukan hangat, hal yang menimbulkan keganjalan di hati saya setelah mendengar lagu dari teman tersebut, (apa yang pernah saya janjikan kepada ayah saya?) pertanyaan itulah yang tiba-tiba muncul. Saya tidak pernah mengucapkan janji dan mimpi apapun kepada ayah saya. Mungkin karena itu juga saya tidak terlalu termotivasi untuk menjalani semua ini. Karena saya hanya berjanji secara langsung kepada diri saya sendiri.

Apalagi untuk waktu-waktu sekarang, saya semakin sulit untuk melakukannya, karena Bandung - Payakumbuh itu terpisah lebih dari 1000Km.

Saya selalu merasa iri melihat teman bisa memberikan sebuah kado ulang tahun, ucapan "saya sayang ayah" dan sebuah pelukan hangat untuk ayahnya. Saya ingin melakukannya. Sungguh.

**
ayah, selat sundah itu terlalu luas
untuk memisahkan pelukan
yang ingin saya berikan kepadamu ini.
saya tidak tahu lagi,
pelukan terhangat tingkat berapa yang akan saya berikan kepadamu.


#Miss You Dad

19 Nov 2010

Bukan Punjangga


Kawan, perhatikan dengan seksama muka dan ekspresi kedua orang di foto itu. Perhatikan dengan baik kawan. Jangan kau pejamkan matamu kawan. Perhatikan seringai yang ada pada muka mereka. Telusuri kawan. Telusuri setiap kerutan di wajah mereka.

Apa komentarmu tentang mereka kawan?

Ha? "Mereka sedang berkelahi" katamu.
Bukan. Saya bukanlah orang yang suka menceritakan perkelahian. Berkelahi adalah kebodohan di mata saya. Saya cinta kedamaian kawan.

Apa? "Mereka sedang membersihkan baju teman sebelah yang kotor".
Bukan. Tidak ada yang kotor dalam tulisan yang saya ceritakan kawan. "Bersih adalah sebagian dari iman", kata salah satu agama. Saya cinta kebersihan, benci kotor kawan.

Jangan. Jangan kau mengomentari mereka sedang bercinta. Mereka memang terlihat mesra. Tapi mesra belum tentu lah sedang bercinta. Saya kenal baik dengan mereka. Mereka bukan pasangan 'gay'. Demi apapun itu saya katakan kepadamu. Satu alasan kenapa saya berani bersumpah demi apapun bahwa mereka bukan gay.

Jika kau masih kukuh ingin mengomentari mereka sedang bercinta kawan. Dengarkanlah pembelaan yang saya berikan.

'Cinta' adalah kata yang tabu bagi saya. Saya tidak pernah mendengarnya. Apalagi merasakannya. Bukan karena saya benci kata cinta. Bukan. Tidak ada orang yang benci cinta di dunia ini kawan. Tanyakan saja kepada ibumu jika kau tidak percaya.

Karena kata 'cinta' adalah hal yang tabu bagi saya, maka tidaklah mungkin saya menulis tentang suatu hal yang tidak saya mengerti kawan. Hanya orang bodoh yang mau membaca tulisan orang yang bodoh juga (bukan berarti saya orang pintar, hingga bisa menulis buat orang pintar sepertimu kawan).

Tidak ada sedikitpun keberanian saya untuk menuliskan tentang percintaan. Sedikitpun tidak. Penulis yang biasa menulis dan bercerita tentang cinta, mungkin itu adalah penulis yang sudah biasa bercinta kawan, atau barangkali penulis itu seorang pujangga yang biasa merangkai kata-kata.

Tapi saya tidak kawan. 19 tahun umur saya sekarang. Tidak sama sekali. Saya tidak berani menulis tentang percintaan, karena memang saya tidak pernah bercinta. Bahkan mengenal juga tidak.

dan juga karena saya bukan pujangga.

**
saya bukan penulis.
saya bukan pujangga.
dan ini bukan sampah.
ini hanya cerita.


Bandung, 19 oktober 2010.
(beberapa menit setelah seorang teman lama menelpon
dan bertanya 'apakah anda masih jomblo sampai hari ini?')

18 Nov 2010

Penulis Tikus

photo from : photo.net

saya sedang di dalam penjara
penjara malu, kawan.
saya ditangkap karena mencuri bahasa.

**

Iwan Fals dalam lagu "Tikus-Tikus Kantor" mengibaratkan tikus sebagai hewan kebohongan, hewan penipuan. Tikus juga dijadikan simbol para koruptor. Hewan yang bohong.

Saya mengibaratkan diri saya seperti penulis tikus. Bukan karena apa yang saya tulis adalah bohong. Tapi karena sesungguhnya saya tidak bisa menulis apa yang saya tulis. Tulisan saya bukanlah saya.

Saya menulis banyak artikel, berita, report atau apalah namanya itu dalam bahasa inggris. Saya berbohong kepada diri saya sendiri. Saya bukan penulis yang baik dalam bahasa inggris. Bahasa inggris adalah bahasa yang kurang saya suka. Mungkin karena saya terlalu cinta indonesia.

Seperti orang sedang jatuh cinta merahnya muka saya ketika teman di kampus bicara soal tulisan saya. Kalau orang sedang jatuh cinta, wajahnya merah karena sedang berbunga-bunga, merah karena sedang grogi bertemu pujaan hati.

Muka saya merah karena malu. Malu pada kebohongan selama ini. Rasanya ingin saya berlari keliling kampus saat itu. Menyembunyikan muka yang tebal ini.

Tidak ingin lagi rasanya saya bertemu dengan tulisan saya berbahasa inggris.

Kawan, tahukah kamu bahwa saya harus tetap menulis dalam bahasa inggris. Ini tuntutan peran saya dan diri saya. Menulis dalam bahasa yang bukan bahasa ibu saya. Menulis daalam bahasa yang kurang saya suka.

Itu artinya saya harus belajar dulu bahasa inggris. Agar saya tidak malu lagi, agar saya tidak berlari keliling kampus lagi, dan agar saya tidak jadi penulis tikus lagi.


***

Terima kasih buat teman-teman saya yang telah menangkap 'penulis tikus' ini.

4 Nov 2010

Sampah ketika UTS


Sampah sekali hari ini kawan. Sekarang di Bandung masih jam 11.34 WIB dan adzan dzuhur masih berlangsung, dan saya masih di kampus tercinta.

Saya baru saja selesai Ujian Tengah Semester (UTS) atau yang biasa kalian anggap Ujian Tidak Serius. haha. untuk mata kuliah psikologi kepribadian II. Foto orang di atas adalah foto George Kelly pemilik teori yang hadir dua soal dalam UTS hari ini. Hanya teori beliau yang saya tahu dan bisa jawab, 2 nomor soal kawan. Selebihnya (3 nomor lagi) tidak saya ketahui dengan baik. Saya pun bisa tahu teorinya dia karena kebetulan teori tersebutlah yang saya presentasikan kepada teman-teman bersama kelompok. haha.

Suatu hal yang menjadi sampah bagi saya hari ini adalah ketika tadi malam sebleum ujian ini, mungkin seluruh teman saya yang ikut ujian hari sedang belajar, menghapal atau apalah namanya itu yang penting berhubungan dengan kuliah hari ini.

Namun saya, sebagai orang yang menulis disini, ingat ya. saya. saya loh. saya malah membuat CV dan surat lamaran kerja untuk freeline wartawan di beberapa media online. dan itu sampai jam 3 subuh tanpa membaca buku tentang teori sedikitpun. parah.

Di dalam kelas ternyata ujiannya open book teman dan sampahnya sekali lagi saya tidak punya satu-satunya buku yang boleh di buka dalam ujian tersebut. Ini adalah sampah ketiga dalam ujian tidak serius seperti yang kalian anggap.

Satu pesan dari saya teman, mending bekerja dengan baik daripada belajar (sekolah/kuliah) dengan tidak baik.

3 Nov 2010

PD II : Observasi VS Bandung World Jazz Festival 2010

bandung-world-jazz-festival-2010(1)

Seperti yang telah saya tulis di website saya bandungsearch.com (silahkan lihat kalau berminat, klik ini) bahwa di akhir pekan ini bandung akan mengadakan event besar lagi, namanya Bandung World Jazz Festival 2010. Event dari Jendela IDE ini merupakan salah satu dari misi mereka (Jendela IDE) untuk melahirkan genre musik baru "World Jazz" yang merupakan cikal bakal akan adanya Indonesian Jazz, dan Bandung adalah ibukotanya. Event ini akan berlangsung hari Sabtu dan Minggu 6-7 Nov 2010, bertempat di sabuga Bandung.

Bandung tentu bangga dengan itu. Saya pun juga bangga sebagai orang yang tinggal di bandung. Meskipun tidak asli Bandung, tapi saya tetap bangga dengan semua itu. Karena saya akan menjadi salah satu saksi sejarah lahirnya sejarah baru bagi musik dunia.

Terlepas dari itu semua, terdapat suatu permasalahan bagi saya selaku pribadi. Sebagai salah satu mahasiswa tentunya saya masih memiliki kewajiban belajar di kampus, dengan segala kesibukan, tugas, ujian, praktikum atau apalah namanya itu. Selama ini saya sudah berusaha membagi waktu dan itu berjalan mulus-mulus saja.

Tapi untuk kali ini, ini sungguh menjadi sebuah dilema bagi saya. Dilema disini yang saya maksud adalah harus memilih antara memenuhi kewajiban di kampus, atau memenuhi panggilan diri saya untuk meliput event tersebut. Karena pada hari sabtu tanggal 6 Nov tersebut saya harus tetap ke kampus untuk melakukan bimbingan Psikodiagnosti II : Observasi. Ini merupakan salah satu mata kuliah penting dalam kuliah saya.

Sebenarnya saya bisa saja minta bimibingan hari jum'at dengan konsekuensi saya harus bimbingan sendiri dan menyerahkan proposal lebih awal. Dan yang menjadi permasalahan lagi (kebanyakan masalahnya kaiaknya?) saya belum siap mengumpulkan proposal itu.

Dua hari yang lalu masih sibuk membuat upcoming-event dan skedul dari Bandung World Jazz Festival 2010, dan saya mngerjakannya sampai subuh. Dalam rencana saya hari mau diberesin, tapi ternyata ada Confrensi Press dulu, dan semua media peliput wajib hadir. Yaudah, saya terpaksa hadir dulu dan meninggal tugas proposal yang belum beres dan nggak masuk kuliah.

Saya selalu bertanya kepada diri sendiri, kenapa untuk liputan saya selalu semangat mengerjakannya walau sampai subuh, tapi untuk tugas terasa berat? Sebuah pertanyaan yang sulit dijawab kawan. haha.

Sebenarnya saya memiliki beberapa pilihan untuk menyelesaikan masalah liputan BWJ Festival dan bimbingan PD II, saya bisa memberikan kepada orang lain. Tapi yang saya takutkan lagi, mereka tidak seperti yang saya harapkan. Mereka belum tahu apa itu Bandung World Jazz, mereka tidak tahu bagaimana keadaan di lapangan dan itu sangat membuat saya ingin meliput sendiri (di luar saya juga ingin nonton. hahah)

Baiklah, daripada berlama-lama mengoceh disini bercerita tentang permasalahan manusia yaitu dalam konteks ini saya sendiri. Mending diakhiri saja tulisan ini sampai disini dan jangan cemas kawan, karena untuk tanggal 7 sudah tentu saya yang akan datang kesana dan menulisakn untuk kalian. Tetap baca tulisan-tulisan saya yang sesungguhnya dari lubuk hati yang paling dalam, dengan sebenar-benarnya, tidak ada rekayasa (apa sihhh) di web site saya bandungsearch.com. :)